Skip to main content

Usia Remaja Australia yang Menonton Konten Pornografi Semakin Muda

Proxy An anonymous man views photos of women in bikinis on a computer, March 2014.

Usia remaja di Australia yang mengakses pornografi semakin muda dari sebelumnya, menurut sebuah laporan terbaru. (ABC News: Nic MacBean)

Rangkuman: 

Sebuah laporan terbaru menemukan remaja di Australia mengakses pornografi di usia yang semakin muda. 

Mayoritas anak muda di Australia menganggap pornografi sebagai sesuatu yang merendahkan dan kasar terhadap perempuan, meski banyak yang masih menggunakannya untuk pendidikan seksual. 

Apa selanjutnya? 

Laporan tersebut menuntut agar kurikulum sekolah memasukkan pendidikan tentang pornografi yang sesuai umur agar mengajarkan anak-anak lebih saling menghargai saat menjalin hubungan.

Our Watch, sebuah lembaga anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di Australia, menemukan usia warga Australia yang terpapar konten pornografi semakin muda.

Laporan 'The Our Watch of Pornography On Young People' dibuat setelah survei yang diikuti 832 anak muda di Australia berusia 16-20 tahun.

Laporan tersebut menyebutkan remaja perempuan pertama kali terpapar pornografi sebelum ulang tahun yang ke-14, rata-rata berusia 13.9 tahun, atau 2 tahun lebih muda sejak survei terakhir dilakukan di tahun 2018.

Sementara rata-rata remaja pria pertama kali menonton konten pornografi di usia 13.2 tahun. Lebih dari setengah remaja pria menonton konten pornografi setidaknya seminggu sekali dan 12 persen menonton setiap hari.

Hampir sepertiga dari anak muda Australia yang disurvei mengatakan pornografi sebagai salah satu sumber pendidikan seksual dan kebanyakan remaja berusia 16-17 tahun menganggap pornografi terlihat realistis.

Adam's (not his real name) hands on a laptop keyboard

Laporan terbaru juga menunjukkan semakin banyak anak muda Australia yang menggunakan materi pornografi untuk pendidikan seksual. (ABC News: Billy Cooper)

Laporan tersebut mengakui meski pornografi "pada dasarnya tidak bermasalah", tapi perilaku seksual yang digambarkan mengkhawatirkan, apalagi ketika anak-anak menganggap kekerasan yang ada di pornografi sebagai perilaku normal.

Direktur eksekutif Our Watch, Patty Kinnersly, mengatakan laporan tersebut menyoroti pentingnya anak muda diberikan materi dan kesempatan untuk belajar tentang seks di lingkungan yang tepat.

"Kita harus meningkatkan pendekatan terhadap anak muda soal consent [persetujuan  kedua belah pihak] dan hubungan yang sehat di luar pornografi," katanya kepada ABC News.

"[Pornografi] sering kali memperlihatkan laki-laki yang lebih dominan dan perempuan yang submisif… itu menormalkan kalau hubungan intim harus seperti itu."

A woman sitting on a balcony

Patty Kinnersly mengatakan anak-anak muda perlu diberikan contoh soal hubungan yang sehat. (ABC News: Eden Hynninen)

Temuan dari lembaga Our Watch menghasilkan imbauan agar ada kurikulum yang mewajibkan sekolah-sekolah di Australia memasukkan pendidikan tentang pornografi yang sesuai umur.

Menurut psikolog asal Indonesia yang berpraktek di Brisbane, Ghassani Swaryandini, remaja yang terpapar konten pornografi sejak usia dini bisa memengaruhi bagaimana mereka menjalankan hubungan intim saat beranjak dewasa.

"Ada clash antara dua ide ini [pornografi dan realita] bisa membuat orang sangat bingung ketika di dalam relationship. Untuk enjoy the intimacy of it aja juga sulit," ujarnya kepada Billy Adison dari ABC Indonesia.

"Dunia pacaran sekarang aja udah sulit kan. Ditambah dengan all of these unrealistic ideas about sex and relationships akan membuat itu jauh lebih sulit."

Perbincangan yang tidak nyaman

Ghassani

Ghassani Swaryandini, psikolog asal Indonesia, mengatakan membicarakan soal pornografi dan seks antara orang tua dan anak secara terbuka masih jadi tantangan. (Foto: Koleksi pribadi)

Hasil survei juga menemukan 72 persen anak-anak muda di Australia tidak merasa nyaman untuk membahas pornografi dengan orang tua atau yang merawatnya.

Menurut Ghassani pembahasan pornografi atau seks bisa menjadi tantangan tersendiri, termasuk di kalangan diaspora Indonesia, bahkan di Indonesia sendiri, karena adanya "cultural shame".

"Hal- hal yang berbau seksual itu bukan sesuatu yang kita bahas dengan keluarga. Enggak usah yang anak-anak, kita yang dewasa aja belum tentu [nyaman]," katanya.

Menurutnya anak-anak akan lebih sulit untuk mencerna, belum lagi jika mereka membahas bahan pornografi yang "cukup bikin trauma" dengan orang yang tidak tepat.

Hal ini bisa berdampak lebih mendalam secara psikologi.

Menurutnya anak-anak juga takut dan khawatir dengan reaksi orang tua jika membahas soal seks dan pornografi karena dianggap tabu.

"Misalnya untuk yang background agamanya lebih strong akan lebih sulit, karena overall ini adalah something that you shouldn't talk about until you have been married," kata Ghassani yang menambahkan kebanyakan orang menjadi tak mau membahasnya sama sekali.

Pencegahan di usia muda

A man and students raising their hands

Daniel Principe menggunakan pengalamannya sendiri untuk mendidik para pria muda. (Koleksi pribadi)

Daniel Principe, seorang warga Australia, pertama kali terpapar pornografi online di usia 11 tahun.

"Saya jelas diberi rangsangan yang memacu dopamin dalam diri saya, membuat saya penasaran dan merasakan berbagai hal yang saya sembunyikan dari orang tua saya," katanya.

Selama sepuluh tahun setelahnya ia menganggap pornografi sebagai sumber utama untuk belajar seks.

Setelah menyadari konten pornografi memiliki unsur-unsur seksis, Daniel berhenti menontonnya dan berusaha untuk melupakan apa yang diajarkan film porno kepadanya.

Ia kemudian sadar jika dirinya bisa membantu anak muda lainya dengan berbagi informasi dan meningkatkan kesadaran soal dampak pornografi.

Daniel sudah melakukan advokasi dan mendidik lebih dari 70.000 anak muda di seluruh Australia untuk membantu remaja laki-laki agar tidak terperangkap dengan bahan pornografi.

"Menurut saya sangat penting bagi generasi muda untuk mengetahui kalau mereka tidak jahat, salah atau dalam masalah, dan bukan karena kegagalan orang tua mereka juga," kata Daniel.

"Kita bertanggung jawab kepada anak muda untuk bisa terus berdialog dan membekali mereka saat menghadapi dunia yang harus mereka jalani," katanya.

Contoh aktivitas yang Daniel selenggarakan adalah dengan bertanya kepada remaja lelaki apa yang menurut mereka tidak diperlihatkan dalam film porno.

Jawabannya mengejutkan Daniel, anak laki-laki berusia 15-16 tahun menyebut pornografi kurang menunjukkan persetujuan dari kedua belah pihak, rasa hormat, dan kasih sayang.

"Anak muda sudah berpikir cukup kritis tentang semua ini, mereka hanya butuh bantuan kita," katanya.

"Kita harus mencegah mereka lebih awal supaya tidak melihat pornografi."

Daniel mengatakan pendidikan memang penting, tapi tidak cukup dengan sendirinya.

Patty dari lembaga Our Watch juga mengatakan solusi untuk masalah ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak dari berbagai perspektif.

"Jika kita ingin mencegah semua kekerasan terhadap perempuan, kita perlu memastikan semua pemeluk kepentingan bekerja sama," katanya.

"Perundang-undangan adalah satu bagian dari permasalahan itu. Pendidikan juga tidak kalah penting."

Laporan tersebut menyoroti perlunya lebih banyak upaya agar warga, termasuk orang tua dan guru, serta mereka yang merawat anak-anak, untuk memfasilitasi perbincangan soal pornografi dan seks meski tidak nyaman untuk melakukannya.

"Ini merupakan kewajiban kita sebagai masyarakat untuk memastikan jika apa yang dilihat anak muda di film porno diletakkan dalam konteksnya," kata Patty.

Sebagian artikel ini diambil dari laporan ABC News